Vol.26 | Reformasi Perpajakan: Mengenal Core Tax Administration System dan Urgensinya
Sekar Arum Kusumawardani
15 Juli 2024
0
Latar Belakang
Pada tahun 2023, Indonesia berhasil mencatat pendapatan negara dan hibah sebesar Rp2.774,3 triliun. Terdapat sebesar Rp2.155,42 triliun yang berasal dari penerimaan perpajakan. Dari jumlah tersebut, Rp1.869,23 triliun berasal dari penerimaan pajak, dan Rp286,19 triliun dari penerimaan kepabeanan dan cukai.
Gambar 1.1 Infografik Penerimaan Perpajakan Tahun 2023 Sumber: Komite Pengawas Perpajakan
Dengan kata lain, hampir 80% dari pendapatan negara dan hibah Indonesia di tahun 2023 berasal dari penerimaan perpajakan. Melihat hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan sumber pendapatan utama Indonesia. Meskipun begitu, rasio penerimaan pajak (tax ratio) Indonesia masih tergolong rendah dan justru turun dari 10,39% di tahun 2022 menjadi 10,21% di tahun 2023. Faktanya, apabila dibandingkan dengan negara di kawasan Asia Tenggara lainnya, tax ratio Indonesia merupakan salah satu yang terendah. Berdasarkan artikel yang diterbitkan oleh Pusat Kajian Anggaran DPR RI, di tahun 2022, Indonesia dengan tax ratio sebesar 10,39%, hanya lebih baik dari Laos (9,46%), Myanmar (5,78%) dan Brunei Darussalam (1,30%). Angka tersebut masih jauh di bawah Thailand (17,18%), Vietnam (16,21%) dan Singapura (12,96%). Oleh karena itu, perlu dilakukan reformasi perpajakan untuk mengoptimalisasi potensi penerimaan perpajakan di Indonesia.
Pendahuluan
Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya tax ratio adalah tingkat kepatuhan pajak (tax compliance). Semakin tinggi tax compliance maka semakin tinggi pula tax ratio, begitu pula sebaliknya. Kepatuhan itu sendiri dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya, keefisienan sistem administrasi dan tingkat kepercayaan masyarakat. Di era modern yang serba digital seperti saat ini, masyarakat sangat membutuhkan hal-hal yang mudah, praktis, dan efisien, tak terkecuali dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakan (dari sisi Wajib Pajak) dan pelaksanaan tugas dalam pemungutan pajak (dari sisi fiskus). Oleh karena itu, salah satu bentuk reformasi perpajakan yang dapat dilakukan untuk mendorong tax compliance dan mengoptimalisasi tax ratio adalah dengan digitalisasi sistem administrasi secara lebih lanjut menggunakan Core Tax Administration System (CTAS) atau yang dalam Bahasa Indonesia lebih dikenal dengan Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP).
Isi
CTAS adalah sistem teknologi informasi berbasis Commercial Off-The-Shelf (COTS) yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas DJP termasuk dalam hal pelayanan terhadap Wajib Pajak. Sejalan dengan visinya, yaitu MANTAP (Mudah, Andal, Terintegrasi, Akurat, dan Pasti), CTAS diharapkan mampu mewujudkan sistem administrasi perpajakan yang jauh lebih baik untuk meningkatkan pelayanan dan pengawasan perpajakan guna mengoptimalisasi penerimaan perpajakan. Menurut Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak, Nufransa Wira Sakti, dengan CTAS, Wajib Pajak dapat dengan mudah mengakses berbagai informasi terkait kewajiban pajaknya, seperti jumlah tunggakan pajak, besaran pajak yang sudah dibayar, apa saja kewajiban pajak yang harus dipenuhi setiap bulannya, dan berbagai macam transaksi yang telah dilakukan.
Dilansir dari laman ddtc.news pada tanggal 6 Juni 2024, terdapat setidaknya 21 proses administrasi yang berubah dengan adanya CTAS, mulai dari registrasi, pengelolaan SPT, pembayaran, layanan Wajib Pajak, third party data processing, pengawasan, pemeriksaan, penagihan, hingga knowledge management system. Secara garis besar, CTAS dirancang untuk memenuhi empat tujuan utama, yaitu (1) Mewujudkan institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel yang memiliki proses administrasi yang efektif dan efisien; (2) Membangun sinergi yang optimal di antara lembaga-lembaga; (3) Meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak; (4) Meningkatkan penerimaan negara. Singkatnya, dengan adanya CTAS, diharapkan sistem administrasi perpajakan di Indonesia dapat berkembang menjadi lebih praktis, efektif, efisien, dan akuntabel agar tax compliance meningkat sehingga penerimaan perpajakan menjadi lebih optimal.
Namun, perubahan yang ada pastinya akan membawa beberapa tantangan, seperti risiko ketidakamanan data dan kurangnya penyuluhan kepada seluruh pihak terkait. Maka itu, diperhatikan bahwa dengan adanya integrasi data besar-besaran dengan kompleksitas yang tinggi melalui CTAS, dibutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni, berkompeten, dan berkualitas untuk mengelola dan memelihara keamanan sistem tersebut mengingat banyaknya ancaman dan risiko kejahatan cyber yang dapat terjadi. Selain itu, perlu juga dilakukan edukasi yang matang terkait perubahan sistem administrasi yang ada, baik kepada seluruh SDM DJP (fiskus) maupun kepada masyarakat (Wajib Pajak).
Kesimpulan
Tax ratio Indonesia yang masih rendah mengindikasikan bahwa reformasi perpajakan harus dilakukan, salah satunya adalah melalui digitalisasi administrasi perpajakan dengan CTAS yang akan menguntungkan baik bagi pihak fiskus maupun pihak Wajib Pajak. Dengan CTAS, diharapkan sistem administrasi perpajakan di Indonesia dapat berkembang menjadi lebih praktis, efektif, efisien, dan akuntabel agar tax compliance dapat meningkat. Hingga saat ini, peluncuran CTAS digadang-gadang akan dilaksanakan pada akhir tahun 2024. Diharapkan dengan adanya perubahan melalui CTAS ini, penerimaan perpajakan Indonesia dapat lebih dioptimalkan kembali.
Referensi
Anggara, M., Pratiwi, D. R., & Fitri, H. (2023). Sekilas APBN: Tax Ratio Disepakati, Masih Lebih Rendah dari Tahun 2022. Pusat Kajian Anggaran DPR RI. https://berkas.dpr.go.id/pa3kn/sekilas-apbn/public-file/sekilas-apbn-public-69.pdf
Candra Asmarani, N. G., & Wicaksono, K. A. (2024, June 6). Apa Itu Coretax DJP atau CTAS? news.ddtc. https://news.ddtc.co.id/literasi/kamus/1803136/apa-itu-coretax-djp-atau-ctas
Diah Tiara Bhakti, N. P. (2023, September 27). PSIAP, Wujud Reformasi dari DJP. pajakku. https://www.pajakku.com/read/21234124-2f09-4b78-a5a8-74d10fafe59a/PSIAP-Wujud-Reformasi-dari-DJP
Gabrella, D., Salsabila, A., & Amabel Izaak, N. C. (2023). Implementasi Core Tax Administration System sebagai Upaya Mendorong Kepatuhan Pajak di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Ekonomi dan Perpajakan, 3(1), 10–25.
Himawan, J. T., & Widyasari. (2021). Peresepsi Generasi Z Terhadap tax compliance. Jurnal Paradigma Akuntansi,3(3), 10–20. https://doi.org/10.24912/jpa.v3i3.14884
Komite Pengawas Perpajakan. (2023). Penerimaan Perpajakan s.d. Desember 2023. komwasjak.kemenkeu. https://komwasjak.kemenkeu.go.id/in/post/penerimaan-perpajakan-sd-desember-2023
Kurniati, D., & Candra, S. A. (2024, January 2). Catat! Sri Mulyani Ungkap tax ratio RI pada 2023 Sebesar 10,21 Persen. news.ddtc. https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1799580/catat-sri-mulyani-ungkap-tax-ratio-ri-pada-2023-sebesar-1021-persen
Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan. (2023). Mengenal Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) dan Beberapa Manfaatnya. ppak.co.id. https://www.ppak.co.id/artikel/mengenal-pembaruan-sistem-inti-administrasi-perpajakan-psiap-dan-beberapa-manfaatnya
Reni saptati, D. I. (2023, July 3). PSIAP untuk Layanan Pajak Lebih Mantap. mediakeuangan.kemenkeu. https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/psiap-untuk-layanan-pajak-lebih-mantap
This article is a part of the collaboration between the Research and Literature division of KOSTAF FIA UI 2024 and Pajak.com. Thus, the article can be checked inside the Pajak.com website here.